Kamis, 28 Maret 2013

Mencermati Pembelian Rumah Melalui Over Kredit

Memiliki rumah sendiri idaman setiap rumah tangga. Dengan mempunyai rumah sendiri, kita bisa leluasa mengatur rumah tangga, memilih desain rumah, dan mengatur tata letak barang sesuai selera.  Walhasil, rumah yang kita tempati akan memberikan rasa aman dan nyaman.

Jadi, wajar jika banyak di antara kita yang bekerja pontang-panting, demi mengumpulkan uang agar dapat membeli rumah. Meskipun, pembelian itu ditempuh dengan cara kredit atau mencicil pembayarannya lewat bank (kredit pemilikan rumah/KPR).

Bahkan, alih-alih mendapatkan rumah idaman yang sesuai anggaran, kini banyak orang membeli dengan cara oper kredit (take over credit). Lazimnya, ini didefinisikan sebagai bentuk dari pengalihan kredit KPR atau kredit pemilikan apartemen (KPA) dari pihak pemilik lama kepada pemilik baru. 

Namun, dalam banyak kasus, proses membeli rumah dengan sistem oper kredit lebih sulit ketimbang membeli rumah dari pengembang dengan cara mengajukan kredit langsung kepada bank. Maklum, biasanya dokumen rumah yang akan dibeli sudah tersimpan di sebuah bank, misalnya bank A. Jadi, apabila pihak debitur baru ingin mendapatkan kredit dari bank B, belum tentu bank A bersedia memberikan dokumen tersebut dengan proses cepat dan mudah.

Lebih celaka, tak sedikit masyarakat yang tak memahami tata cara dan prosedur pengalihan KPR atau KPA tadi. Walhasil, niat semula ingin mendapat keuntungan dari membeli rumah atau apartemen dengan oper kredit, mereka justru rugi. Sistem ini bisa sangat berbahaya kalau si pembeli tidak memahami aturannya," kata Rakhmi Pematasari, perencana keuangan dari Safir Senduk & Rekan. 

Menurut Rakhmi, bisa saja para debitur lama memiliki masalah pada KPR-nya. Atau, ketika membeli rumah, si debitur baru lebih memilih cara pengalihan kuasa. Padahal, ternyata surat-surat pendukung untuk pengalihan kuasa oper kredit tadi tidak cukup lengkap, sehingga bank menolak memberikan sertifikat asli rumah kepada debitur baru ketika kreditnya telah selesai.

Sudah ada barangnya




Namun, lanjut Rakhmi, membeli rumah melalui sistem oper kredit KPR atau KPA juga memiliki sisi keuntungan. Paling tidak, ketika melakukan oper kredit, rumah atau apartemen sudah serah terima, atau sudah dibangun tapi umurnya belum terlalu lama. Jadi, pembeli sudah langsung punya gambaran kira-kira bentuk rumahnya seperti apa, kekurangan rumahnya di mana, bahkan bisa menghitung kemampuan membayar cicilan.
Menurut Budi Triadi Pratama, perencana keuangan dari Akbar's Financial Check Up, oper kredit properti KPR atau KPA bisa berupa pengalihan antarinstitusi keuangan atau bank. Artinya, KPR atau KPA yang ada di bank A dipindahkan ke bank B. Tentu saja, skema tersebut tak selalu bisa dijalankan. Ini tergantung pada kebijakan antarbank tersebut.

Namun, biasanya, pengalihan kredit dengan skema ini digunakan nasabah demi mendapatkan fasilitas lebih. "Bisa berupa bunga kredit lebih kompetitif, kemudahan dalam pelunasan, skema pelunasan yang lebih fleksibel, atau fasilitas lain yang dinilai lebih daripada fasilitas bank sebelumnya," kata Budi. 

Bentuk pengalihan kredit lainnya adalah pengalihan kredit kepemilikan. Singkatnya, kepemilikan properti dari debitur A pindah ke B. Skema ini biasanya menggunakan bank yang sama. Bisa juga menggunakan bank yang berbeda seperti skema sebelumnya. Dalam skema ini, yang perlu diperhatikan adalah kondisi persetujuan kredit yang ingin dialihkan. Sebab, jika pengajuan kredit tidak disetujui, pengalihan tidak dapat terjadi. 

Lantas, bagaimana cara bijak membeli rumah atau apartemen melalui sistem oper kredit? Berikut ini beberapa tips yang harus Anda perhatikan ketika ingin membeli KPR atau KPA lewat oper kredit, seperti dirangkum KONTAN dari sejumlah perencana keuangan: 

Hitung biaya transaksi pembelian

Langkah pertama yang harus diketahui ketika membeli rumah atau apartemen melalui oper kredit KPR atau KPA adalah menghitung terlebih dulu biaya yang akan dikeluarkan untuk proses ini, seperti biaya pembelian ke pihak penjual dan biaya-biaya oper kredit ke bank. "Ini untuk memastikan, apakah KPR atau KPA yang ditawarkan secara oper kredit sepadan atau tidak dibandingkan membeli baru atau tunai," kata Rakhmi.
Mike Rini, perencana keuangan dari MRE Financial & Bussines Advisory menambahkan, sebelum membayar sejumlah uang untuk KPR atau KPA dari pemilik lama, seyogianya Anda melakukan negosiasi terlebih dahulu.
Paling tidak, negosiasi tersebut terkait harga jual properti yang mau dialihkan. Jadi, Anda harus bertanya kepada pemilik lama, berapa tahun sudah mengangsur cicilan rumah. Jika baru membayar cicilan rumah 24 bulan dari jangka waktu 15 tahun cicilan, berarti negosiasi harga rumah di sekitar angka yang sudah dicicil si pemilik lama. "Karena, selama dua tahun itu, dia sudah mendapatkan manfaat rumah yang akan kita beli," kata Mike.

Lihat biaya cicilan

Budi mengingatkan, biar bagaimanapun, sistem oper kredit adalah skema berutang. Jadi, Anda perlu memperhatikan kemampuan keuangan. Khususnya, kemampuan dalam mencicil KPR atau KPA. Setelah disetujui memakai fasilitas KPR ataupun KPA, properti tersebut belum langsung menjadi hak nasabah sepenuhnya.
Nasabah masih memiliki kewajiban melunasi utang tersebut. "Properti yang menggunakan kredit baru dapat dinyatakan sebagai aset jika sudah lunas. Jadi, perhatikan kewajiban rutin yang ada alias cicilan," saran Budi. Yang ideal, besar biaya cicilan tidak menambah besar total utang Anda. Total cicilan utang yang boleh dimiliki maksimal 30% dari penghasilan rutin bulanan," ujarnya. 

Jika total keseluruhan utang lebih dari 30%, sebaiknya besar utang dikurangi. Caranya, bisa dengan melunasi sebagian utang yang ada atau memperpanjang jangka waktu utang tersebut. Ini dengan ekspektasi nilai cicilan utang bisa berkurang.